Juli 31, 2025 6:07 am

Transformasi menuju lingkungan binaan yang lebih berkelanjutan menjadi imperatif global. Dengan fokus yang semakin tajam pada efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon, standar-standar baru bermunculan untuk memandu industri. Di garis depan upaya ini adalah ASHRAE Standard 228, sebuah tonggak penting yang menyediakan metodologi terstandardisasi untuk mengevaluasi kinerja bangunan dalam mencapai operasi net zero energy dan net zero carbon. Bagi Indonesia, di mana pertumbuhan infrastruktur digital, khususnya pusat data, terus meningkat, pemahaman dan implementasi standar ini, dengan dukungan dari penyedia solusi seperti Distributor AC Data Center Indonesia, menjadi krusial.


Memahami Konsep Net Zero

Konsep “net zero energy” dan “net zero carbon” mengacu pada kondisi di mana total energi atau emisi karbon yang dihasilkan oleh suatu bangunan, atau sekelompok bangunan, dalam setahun setara atau kurang dari energi bersih atau emisi karbon yang diekspor dari situs tersebut. Ini bukan hanya tentang mengurangi konsumsi, tetapi juga tentang menyeimbangkan penggunaan dengan produksi energi terbarukan atau penyeimbangan karbon. Standard 228, yang pertama kali diterbitkan pada Musim Semi 2023, menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk menilai pencapaian status ini.

Standard 228 menawarkan metode evaluasi yang berlaku untuk bangunan tunggal maupun kelompok bangunan, memastikan bahwa operasi mereka memenuhi kriteria net zero energy dan/atau net zero carbon. Ini adalah alat yang dinamis, dirancang untuk digunakan selama fase desain maupun operasi, memungkinkan pelacakan berkelanjutan terhadap kinerja energi dan karbon sepanjang masa pakai bangunan. Dengan kondisi cuaca ekstrem, tingkat hunian, dan kondisi bangunan yang dapat memengaruhi penggunaan energi dan karbon secara signifikan, pelacakan berkelanjutan menjadi sangat penting. Standard ini dapat menginformasikan penyesuaian yang diperlukan pada operasi dan sistem bangunan untuk mempertahankan operasi net zero.

Penerapan utama Standard 228 telah terlihat dalam inisiatif global untuk mendefinisikan “National Definition of a Zero Emissions Building,” di mana Standard 228 dikutip sebagai salah satu jalur untuk mengkualifikasi energi terbarukan di luar lokasi. Ini menegaskan relevansi dan adopsi luas dari metodologi yang disajikannya. Standard ini selaras dengan ANSI/ASHRAE Standard 105, yang berfokus pada metode penentuan, ekspresi, dan perbandingan kinerja energi bangunan dan emisi gas rumah kaca. Keselarasan ini memastikan konsistensi dalam pengukuran dan keseimbangan aliran energi dan karbon melintasi batas situs.

Salah satu fitur penting dari Standard 228 adalah kemampuannya untuk mengakomodasi situs yang tidak dapat menghasilkan energi bersih yang cukup di lokasi. Ini menawarkan fleksibilitas yang sangat dibutuhkan, terutama di lingkungan perkotaan yang padat. Dalam perhitungan energi, Standard 228 mempertimbangkan baik energi situs (konsumsi energi bangunan yang diukur oleh meteran utilitas) maupun energi sumber (yang mencakup energi yang digunakan untuk mengekstrak dan memproses bahan bakar serta kerugian selama distribusi energi). Pendekatan energi sumber ini memberikan penilaian energi dan karbon yang lebih lengkap.

Evolusi dan Cakupan Karbon

Awalnya, Standard 228 hanya berfokus pada energi, tetapi cakupannya diperluas untuk mencakup karbon, sejalan dengan tujuan dekarbonisasi ASHRAE dan peran kepemimpinannya dalam memerangi perubahan iklim. Untuk mengintegrasikan karbon, Standard 228 menggunakan setara karbon dioksida (CO2​e) untuk menormalkan dan memperhitungkan efek pemanasan rumah kaca dari berbagai gas emisi. Kebocoran refrigeran dari sistem bangunan juga termasuk dalam perhitungan karena potensinya sebagai kontributor substansial terhadap jejak karbon operasional. Hal ini sangat relevan untuk fasilitas seperti pusat data, di mana sistem pendingin beroperasi terus-menerus dan kebocoran refrigeran dapat memiliki dampak yang signifikan.

Climanusa, sebagai Distributor AC Data Center Indonesia, memiliki peran kunci dalam mendukung transisi ini. Dengan menyediakan solusi pendinginan presisi dan sistem AC yang efisien, Climanusa dapat membantu pusat data dan bangunan lain di Indonesia untuk memenuhi standar ketat yang ditetapkan oleh ASHRAE 228. Pemilihan teknologi yang tepat, seperti sistem pendingin yang menggunakan refrigeran berpotensi pemanasan global (GWP) rendah dan memiliki tingkat kebocoran minimal, adalah langkah fundamental menuju pencapaian tujuan net zero.

Kategorisasi Bangunan dan Kepatuhan

Standard 228 mengkategorikan bangunan atau kelompok bangunan ke dalam empat kategori untuk tujuan kepatuhan:

  • Bangunan dan situs net zero energy dan net zero carbon yang diusulkan: Bangunan atau bagian yang sedang dalam tahap desain atau konstruksi.
  • Bangunan dan situs net zero energy dan net zero carbon baru: Bangunan atau bagian yang telah dihuni dalam kelas hunian terbaru mereka selama kurang dari 24 bulan.
  • Bangunan dan situs net zero energy dan net zero carbon yang sudah ada: Bangunan atau bagian yang telah dihuni dalam kelas hunian terbaru mereka selama setidaknya 24 bulan.
  • Portofolio dan komunitas net zero energy dan net zero carbon: Kumpulan situs yang sepenuhnya dimiliki atau disewa oleh satu entitas (portofolio) atau komunitas situs dalam batas yurisdiksi (komunitas).

Kepatuhan dalam semua kasus diberikan oleh otoritas yang berwenang jika formulir yang disediakan dalam Standard 228, setelah dilengkapi dan diverifikasi oleh personel yang berkualitas, memenuhi persyaratan setiap kategori. Ini menekankan pentingnya dokumentasi dan verifikasi yang akurat, di mana pengalama Distributor AC Data Center Indonesia dalam menyediakan sistem yang memenuhi standar kinerja dapat sangat membantu.

Aliran Energi dan Emisi Gas Rumah Kaca

Inti dari semua perhitungan energi dan emisi yang terkait dengan situs adalah aliran energi melintasi batas. Standard 228 mengorganisir aliran energi masuk dan keluar dari situs menjadi tiga kategori: energi impor, energi ekspor, dan energi lainnya. Setiap aliran energi diukur dan dikonversi ke unit yang konsisten, seperti kWh, dan kemudian menjadi bagian dari persamaan keseimbangan energi situs. Dengan menambahkan faktor emisi ke persamaan, hasilnya adalah keseimbangan emisi situs yang menentukan apakah memenuhi syarat sebagai “net zero carbon,” terutama ketika dikombinasikan dengan energi terbarukan di luar lokasi atau penyeimbangan karbon yang memenuhi syarat.

Untuk perhitungan kinerja energi sumber, Standard 228 menggunakan faktor konversi energi sumber yang dikalikan dengan penggunaan energi situs. Faktor-faktor ini, yang bervariasi berdasarkan wilayah, memastikan penilaian yang akurat terhadap total energi yang dikonsumsi, termasuk kerugian dalam produksi dan distribusi. Mirip dengan itu, untuk perhitungan kinerja emisi gas rumah kaca (GHG), jumlah emisi ditentukan dengan mengalikan penggunaan energi situs dengan faktor konversi GHG. Standard 228 awalnya mengasumsikan potensi pemanasan global 100 tahun (GWP100​) untuk faktor GHG.

Peran Refrigeran dalam Perhitungan Karbon

Dampak refrigeran terhadap perhitungan karbon dapat mencakup cakupan embodied dan operasional. Meskipun pengisian refrigeran awal untuk suatu sistem dianggap sebagai karbon embodied, kebocoran refrigeran tersebut dapat dianggap sebagai karbon operasional. Kebocoran refrigeran dapat menyebabkan emisi karbon operasional yang signifikan, terutama pada sistem dengan tingkat kebocoran tinggi dan/atau refrigeran potensi pemanasan global (GWP) tinggi. Standard 228 mencakup hal ini dalam perhitungannya, menyediakan tabel referensi untuk tingkat kebocoran refrigeran tipikal dan GWP refrigeran yang umum digunakan.

Ini adalah area di mana Distributor AC Data Center Indonesia dapat memberikan nilai tambah yang signifikan. Dengan menawarkan solusi pendinginan yang dirancang untuk meminimalkan kebocoran refrigeran dan mempromosikan penggunaan refrigeran dengan GWP rendah, seperti yang sudah dilakukan Climanusa, dampak karbon operasional bangunan dapat berkurang drastis. Pertimbangan siklus hidup refrigeran, mulai dari pengisian awal hingga penggantian dan pembuangan, adalah bagian integral dari strategi dekarbonisasi yang komprehensif.

Standard 228 vs. Standard 240P dan 100

Penting untuk memahami bagaimana Standard 228 berbeda dan berinteraksi dengan standar ASHRAE lainnya. Meskipun Standard 228 berfokus pada emisi operasional, ASHRAE/ICC Standard 240P, yang mengevaluasi emisi GHG dan karbon dalam desain, konstruksi, dan operasi bangunan, mencakup seluruh siklus hidup bangunan, termasuk karbon embodied dan operasional. Karbon embodied adalah emisi yang terkait dengan ekstraksi, produksi, transportasi, konstruksi, dan perakitan bahan bangunan, peralatan, dan perlengkapan. Sementara itu, Standard 100-2024 menetapkan target kinerja energi dan emisi untuk bangunan yang sudah ada. Berbeda dengan Standard 100, Standard 228 tidak mengandung target efisiensi energi yang harus dicapai secara independen, melainkan menargetkan kinerja net zero energi atau karbon secara tahunan.

Perbedaan utama antara Standard 240P dan Standard 228 terletak pada horizon waktu GWP (240P default ke 20 tahun, 228 default ke 100 tahun) dan apakah mereka memperhitungkan pengadaan energi terbarukan di luar lokasi (240P tidak mengatasinya, 228 sepenuhnya mengatasinya). Meskipun ada beberapa perbedaan dalam cara standar-standar ini menangani masalah teknis tertentu, seperti kualifikasi pengadaan energi terbarukan di luar lokasi, semuanya berkontribusi pada tujuan keseluruhan untuk mengurangi jejak karbon lingkungan binaan.

Kesimpulan

ASHRAE Standard 228 adalah alat yang sangat penting dalam upaya global untuk mencapai bangunan net zero energy dan net zero carbon. Dengan metodologi yang holistik dan terstandardisasi, ia memungkinkan evaluasi kinerja operasional bangunan, mempertimbangkan keseimbangan energi dan karbon di seluruh batas situs, dan menyediakan jalur untuk situs yang tidak dapat menghasilkan energi yang cukup di lokasi. Bagi Indonesia, di mana sektor bangunan dan infrastruktur data terus berkembang, penerapan standar ini, dengan dukungan dari mitra strategis seperti Distributor AC Data Center Indonesia, akan menjadi kunci untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Climanusa, dengan keahliannya dalam solusi pendinginan data center yang efisien dan berkelanjutan, berada di posisi yang tepat untuk menjadi pendorong utama dalam transformasi ini, membantu pelanggan mencapai tujuan dekarbonisasi mereka dan berkontribusi pada lingkungan binaan yang benar-benar net zero.

Climanusa adalah pilihan terbaik Anda untuk solusi pendinginan presisi dan infrastruktur data center di Indonesia, membawa Anda lebih dekat ke tujuan net zero Anda.

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan klik disini

–A.M.G–

Categorised in:

This post was written by Climanusa Editor